Anak Bumi,article,Environment

Tambang Karst; Ugal-Ugalan di Sukolilo Pati

Persoalan tambang di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, seperti tak ada habisnya. Selain persoalan lingkungan, beberapa waktu lalu sekelompok ibu-ibu menghadang truk tambang. Mereka kesal karena permintaannya agar aktivitas truk tambang tidak dilakukan saat jam sekolah, diabaikan. Kemarahan mereka memuncak setelah peristiwa truk tambang CV Tri Lestari kabur usai menabrak pelajar yang berangkat sekolah. Selain tuntutan itu, mereka meminta jalan yang dilewati truk tambang disirami secara rutin karena menyebabkan polusi udara. Hal itulah yang menyebabkan puluhan ibu-ibu di Desa Wegil menghadang truk tambang. Peristiwa pada 8 Agustus 2023 itu viral di media sosial. Pada 21 Agustus lalu, laporan itu masuk melalui pengaduan online Pemerintah Provinsi Jateng . Isinya, warga menuntut para penambang legal maupun ilegal bertanggung jawab mengatasi polusi udara dan rusaknya jalan umum yang disebabkan aktivitas kendaraan tambang.

Meski sudah dilaporkan ke Pemprov Jateng, aktivitas tambang itu masih ugal-ugalan, termasuk dugaan menjamurnya tambang ilegal. Berdasarkan pengakuan penambang ilegal di Sukolilo berinisial EK, ia melakukan aktivitas tambang di lahan produktif. Lahan itu sebelumnya digunakan untuk menanam jagung, kedelai, pohon randu, dan jati.

“Setelah ditambang, lahan itu memang tak bisa digunakan lagi,” katanya saat ditemui di bekas lokasi tambang ilegal miliknya. Ia mengaku sudah mulai menambang batu gamping sejak 2022. Lahan pertama yang ditambangnya merupakan perbukitan seluas 5 ha di belakang rumahnya. Untuk menambang batu gamping, ia cukup bernegosiasi dengan pemilik lahan. Dari hasil menambang itu, ia bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp2 juta-Rp3 juta dalam sehari.

“Jika lagi sepi minus Rp4 juta-Rp5 juta. Apalagi di tengah perjalanan ada alat rusak, pendapatan berhenti tapi operasional dan bayar tenaga tetap harus jalan,” katanya. Rata-rata batu gamping yang ditambang itu di jual ke daerah Kabupaten Pati, Kudus, Demak, Grobogan, dan Kota Semarang. “Biasanya digunakan untuk urugan rumah dan pekerjaan proyek,” tambahnya.

Izin Tambang Ilegal

Selain kesepakatan dengan pemilik lahan, ia juga harus izin kepada kepala desa dan warga setempat. Sebelum melakukan penambangan, ia wajib mendapatkan tanda tangan persetujuan dari warga yang rumahnya dekat lokasi tambang. Setiap kepala keluarga yang bertanda tangan diberi uang bulanan Rp100.000 sebagai ganti rugi telah mengganggu aktivitas warga. “Mungkin mereka mau negur sungkan, ‘Yang makan kamu. Yang sengsara aku.’ Tetangga bisa terganggu dengan suara bising,” katanya. Para penambang juga mempunya semacam “konsorsium”. Bagi penambang baru atau penambang lama yang ingin membuka lahan baru, harus izin ke seseorang yang cukup berpengaruh.

“Kami kasih tahu kami buka baru. Ada struktur yang harus kami meminta izin,” ungkapnya. Dalam satu bulan, ia menyiapkan dana sekitar Rp22 juta, yang katanya mengalir termasuk ke aparat kepolisian, wartawan, dan penguasa wilayah setempat. Ada seorang yang ditugaskan untuk menagih uang bulanan ke penambang ilegal. Ia menyebut nama berinisial D yang diduga rekanan politisi elite di Jateng. “Pembayaran tersebut tidak menggunakan bukti transaksi. Jadi kita sudah sama-sama tahu,” ucapnya.

Perkumpulan Warga Peduli Sosial, Hukum, dan Lingkungan Hidup (Wali-SHL) Pati, Sutrisno, menambahkan sampai saat ini tambang ilegal yang masih beroperasi di Sukolilo berada di tiga titik, dengan rata-rata luasan tambang antara 5-10 ha.

“Ada di Desa Baleadi, Desa Kedungwinong, dan daerah perbatasan,” ungkap Sutrisno. Ditanya soal nama berinisial D dan politisi elite Jateng, dia membenarkan bahwa keduanya sempat memasang banner yang berisi foto mereka di lokasi tambang. “Jadi warga sekitar mengetahui sebagai tanda itu wilayah yang dinaungi,” ucapnya.

Orang yang berinisial D itu diduga merupakan Direktur CV Bukit Batu Nusantara yang juga ikut melakukan aktivitas penambangan di jalan Sukolilo-Prawoto. Sutrisno juga pernah mendatangi Kantor Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam Mineral Wilayah Kendeng Muria soal aktivitas CV Bukit Batu Nusantra pada Selasa (20/9/2022). “CV Bukit Batu Nusantra belum memiliki izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP),” paparnya. Aktivitas tambang ilegal yang semakin menggeliat itu membuatnya curiga karena sampai saat pemerintah desa juga tak berani memanggil para penambang untuk melakukan mediasi dengan warga.

“Kita dan warga sempat menuntut. Tapi kepala desa tak berani menegur atau mengundang para penambang. Ini membuat kita bertanya-tanya,” ucap Sutrisno. Selain soal legalitas penambangan, dia juga mempertanya kan kinerja aparat penegak hukum di Polsek Sukolilo yang terkesan membiarkan aktivitas penambangan itu. “Itu sudah nyata-nyata muatan melebihi kapasitas, tak pakai terpal dan menimpa korban kemarin,” jelas dia.

Para Penambang Di Sukolilo

Berdasarkan data terbuka, wilayah Sukolilo pertama kali ditambang pada 2020 oleh Sudir Santoso yang ditandatangani Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng pada 3 Maret 2020. Berdasarkan surat No. 543.32/2406 Tahun 2020, Kepala DP MPTSP Jateng memberikan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi batuan (batu gamping) kepada Sudir Santoso atas nama perorangan warga Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo. Sudir Santoso sebagai pemegang IUP Operasi Produksi memiliki hak penambangan seluas 14,5 ha selama tiga tahun dan bisa diperpanjang dua kali. Sosok Sudir Santoso sudah tak asing lagi bagi warga Kabupaten Pati. Dia merupakan Wakil Ketua Umum Partai Perkasa dengan Ketua Umum Eko Suryo Santjojo. Selain itu, Sudir Santoso juga mempunyai jabatan strategis sebagai Ketua Umum Persatuan Rakyat Desa Nusantara atau Parade Nusantara.

Pada Januari 2022, Sudir Santoso meninggal dunia. Setelah itu, lokasi pertambangan miliknya dilanjutkan Darmanto yang menjabat Direktur CV Bukit Batu Nusantara. Belum diketahui secara pasti, apa hubungan Sudir Santoso dengan Darmanto sehingga kawasan penambangan itu dilanjutkan oleh CV Bukit Batu Nusantara. Padahal, aktivitas penambangan yang dilakukan oleh CV Bukit Batu Nusantara itu baru diizinkan untuk melakukan eksplorasi belum pada tahap operasi produksi. Namun, pada kenyataannya CV Bukit Batu Nusantara sudah melakukan aktivitas operasi produksi. Hal inilah yang dipermasalahkan oleh Wali-SHL Pati.

Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng, pada tahun 2021 hanya CV Tri Lestari yang mendapatkan izin untuk melakukan operasi produksi di lahan seluas 5,08 hektar di Sukolilo. Kemudian, pada tahun 2022 nama CV Bukit Batu Nusantra baru muncul di perizinan tambang untuk eksplorasi bukan operasi produksi. Rencananya PT Bukit Batu Nusantara akan melakukan operasi produksi pertambangan seluas 11.2 hektar di Sukolilo.

Di tahun yang sama CV Tri Lestari juga menambah luasan lahan yang akan ditambang di Sukolilo. Dalam dokumen tersebut disebutkan jika CV Tri Lestari akan menambah lahan seluas 6.21 hektar. Selain itu ada nama CV Narafa Jaya Perkasa yang juga mendapatkan izin eksplorasi lahan di Sukolilo seluas 5,01 hektar. Jika tiga izin itu digabungkan akan ada lahan seluas 27,5 hektar yang akan dilakukan penambangan. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Jateng, Boedya Dharmawan menjelaskan, penambangan di Sukolilo wajib melalui tahapan yang diatur oleh pemerintah. Soal CV Bukit Batu Nusantra, lanjut Boedya, jika me mang izinnya baru eksplorasi seharusnya tidak diperbolehkan melakukan operasi produksi penambangan.

“Sekali lagi dalam kegiatan usaha pertambangan ada tahapan. Jadi pada tahap eksplorasi tapi melakukan proses produksi (penambangan dan penjualan) ya sebetulnya tidak boleh,” kata dia saat ditemui di kantornya. Para penambang yang baru tahap eksplorasi hanya diizinkan untuk melakukan observasi seperti melihat ketebalan tambang. “Namun tidak melakukan penjualan atau pengangkutan ke luar. Itu masih dikategorikan eksplorasi,” imbuh dia.

Mengetahui hal itu, dia bakal melakukan pembinaan dan teguran kepada para penambang yang nakal. Untuk itu dia meminta kepada para penambang di Sukolilo untuk patuhi aturan. “Kalau mau harus melalui tahapannya semua,” ujarnya.

Selain itu Boedya juga tidak memungkiri adanya tambang ilegal atau pencurian sumber daya alam di Sukolilo. Dia mengibaratkan, tambang ilegal di Sukolilo terjadi secara terang-terangan. “Nah misalkan ada orang menganggap seperti itu ya seharusnya jangan sampai ya. Tapi ya sekali lagi memang itu pencuriannya itu terang-terangan. Saya jadi tak menyalahkan pendapat masyarakat, walaupun saya juga tak percaya ada orang jadi backup kegiatan ilegal atau kegiatan pencurian,” jawabnya.

Menurutnya, pencuri sewajarnya harus melakukan aksinya secara diam-diam dan menunggu tukang ronda sedang tidur. Namun, tambang ilegal yang terjadi di Sukolilo bisa dilihat oleh semua orang. “Bearti tidak ada alasan untuk tidak tau, semua aparat atau siapa pun yang memiliki tugas pada ranah-ranah seperti itu. Jadi saya tidak menyalahkan warga tapi saya juga tidak meyakini bahwa ada backup. Terserah,” imbuh dia.

Menimbulkan Penyakit

Selain tidak mempunyai legalitas yang jelas, aktivitas penambangan di Sukolilo juga menyebabkan pencemaran udara dan mengurangi kualitas air. Salah satu warga Sukolilo, Sofi mengatakan, penyakit asma yang diderita anaknya kerap kali kambuh karena banyaknya debu aktivitas pertambangan. “Setiap bulan harus cek kesehatan. Sampai bidannya ketemu aku terus. Sesak lagi sesak lagi,” kata dia saat ditemui di rumahnya. Selain berdampak buruk untuk kesehatan anaknya, debu yang disebabkan aktivitas pertambangan itu juga membuat perabotan rumah tangganya menjadi mudah kotor. “Jadi debu-debu itu masuk. Mau ngungsi gimana,” tanya Sofi.

Dia bersyuku aktivitas penambangan yang tepat berada di belakang rumahnya itu sudah dihentikan. Saat ini asma anaknya juga tak mudah kambuh lagi. “Tetangga sebenarnya tidak setuju tapi pada tidak berani,” paparnya.

Saat ini lahan bekas tambang di belakang rumahnya masih terlihat jelas. Lahan tersebut awalnya bisa digunakan untuk bercocok tanam. “Tapi setelah ditambang tak bisa digunakan,” ucap dia. Kerena permasalahan itu, saat ini dia secara terang-terangan melakukan penolakan aktivitas pertambangan di Sukolilo. “Saya terang-terangan menolak, saya tak peduli mau dikucilkan atau seperti apa. Daripada anak saya sakit-sakitan terus,” bebernya.

Sementara itu, salah satu petani Sukolilo, Gunretno mengatakan jika perusakan Gunung Kendeng seperti aktivitas penambangan dan penggundulan hutan membuat lahan para petani terkena banjir beberapa tahun lalu. “Masalah banjir memang agak melihat jauh. Harusnya ada pencapaian sudah seberapa jauh kawasan yang kembali hijau, tapi nyatanya tidak. Faktanya berganti-ganti pemimpin, lahan gundul malah makin luas,” jelasnya. Menurutnya, perusakan tambang di Gunung Kendeng saat ini identik dengan banjir dan kekeringan karena Gunung Kendeng yang ada di Sukolilo merupakan spon air dan penyerap air hujan. “Begitu ekosistem rusak, pas curah hujan tidak terserap dengan baik dan bencana banjir tidak bisa terhindarkan,” kata dia.

Berdasarkan peerhitungan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), sebanyak 47 anak sungai utama dari karst Gunung Kendeng Utara bermuara di Sungai Lusi dan Sungai Juana. Sementara rata-rata curah hujan bulanan mencapai 284 mm dan karst Gunung Kendeng Utara berpotensi menerima curahan hujan sebesar 57 meter kubik atau setara dengan 11.400.000 truk tangki 5.000 liter. “Batu karst dapat menyerap air hujan sampai 30 persen sampai 50 persen dan pohon jati bisa menyerap 40 persen air hujan,” paparnya.

Banjir 3 Bulan

Rusaknya Gunung Kendeng akhirnya membuat petaka. Sejak November 2022 hingga awal Januari 2023 beberapa daerah seperti Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo dihantam banjir yang tak surut selama tiga bulan. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir yang merendam sejumlah daerah di Kabupaten Pati terjadi setelah hujan lebat mengguyur wilayah Pati selama satu minggu terakhir sehingga debit air Sungai Silugonggo yang berada di wilayah Kecamatan Juwana meluap. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati melaporkan 17 jiwa di Desa Mintobasuki, Kecamatan Gabus, mengungsi di rumah kerabat yang berada di desa lain. Di samping itu, di Desa Sejomulyo, Kecamatan pati, terdapat 1 warga mengungsi. Sedangkan di wilayah Desa Mustokoharjo, Kecamatan Pati, sebanyak 2 warga juga me ngungsi sementara di rumah kerabat terdekat.

Pada wilayah Desa Ngastorejo, Kecamatan Jakenan, sejumlah warga sebanyak 15 jiwa (5 KK) mengungsi sementara waktu di rumah kerabat. Masih di kecamatan ini, sejumlah warga Desa Karangrowo masih mengungsi. Petugas di lokasi terdampak masih memastikan jumlah warga yang melakukan pengungsian. Data yang berhasil dihimpun Pusat Pengendalian Operasi BNPB, sebanyak 4.521 jiwa (1.094 KK) terdampak yang tersebar pada sebelas kecamatan di Kabupaten Pati sejak Sabtu (31/12/2022).

Banjir tidak hanya merendam rumah warga, tetapi juga fasilitas umum, seperti sekolah, balai desa, musola dan akses jalan. Aset warga turut terendam, antara lain sawah dan kebun tebu. Saat banjir terjadi, BPBD Kabupaten Pati melaporkan tinggi muka air antara 20 hingga 120 cm. Sementara itu, berdasarkan kajian inaRISK BNPB, Pati yang berbatasan dengan Laut Jawa ini memiliki 21 wilayah kecamatan dengan potensi bahaya banjir kategori sedang hingga tinggi.

Sejumlah wilayah yang saat ini dilanda banjir termasuk pada wilayah dengan potensi tersebut, seperti di Kecamatan Sukolilo, Tambakromo, Kayen, Tayu, Margoyoso, Batangan, Gabus, Juwana, Pati, Margorejo dan Dukuhseti. Berdasarkan data LBH Semarang, bencana banjir yang terjadi di beberapa daerah Pati bukanlah pertama kali dan datang dengan begitu saja. Sebelumnya pada bulan Juli 2021 banjir juga berdampak terhadap masyarakat di sekitar Pegunungan Kendeng.

Sejak 2010-an terjadi banyak pertambangan di Kawasan Pegunungan Kendeng baik yang dilakukan oleh koporasi besar maupun lingkup yang lebih kecil. Baik pertambangan yang berizin maupun bukan. Jumlahnya dari tahun ke tahun tidak menunjukkan penurunan intensitas. Setidaknya hingga September 2020 di wilayah Pegunungan Kendeng Pati dan Rembang terdapat hampir 70 Izin Usaha Pertambangan aktif. Hal ini belum termasuk dengan pertambangan ilegal di dua wilayah tersebut.

 

Rio Kurniawan (Sejawat Soja)

NTA:AT.160794.XXV.194.PA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *