Caving

Jejak Sejarah dan Kepercayaan di Gua Luweng Ombo Ngasem Pacitan

Pacitan dikenal sebagai kota 1001 Gua karena memiliki banyak gua dengan karakteristik yang beragam. Salah satu gua horizontal yang digunakan sebagai tempat pendidikan bagi Divisi Caving dalam Spesialisasi Rantevaja Purnachandra adalah Gua Luweng Ombo Ngasem yang terletak di Desa Sugihwaras, Kec. Pringkuku, Kab. Pacitan, Jawa Timur. Gua ini memiliki panjang sekitar 1 km, dengan kondisi medan yang berair dan terasering, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para penelusurnya. Gua ini memiliki bentuk letter L, dimana penelusur harus menuruni anak tangga besi

yang sudah ada di jalur terlebih dahulu sebelum melakukan penelusuran ke dalamnya.

Penelusuran kali ini melibatakan tiga anggota , yaitu Sejawat Cempaka sebagai Shooter, Sejawat Tabe sebagai Stasioner dan Notulen , dan Sejawat Api sebagai Descriptor. Kegiatan ini didampingi oleh dua pemandu, Pak Aziz dan satu rekannya yang mana Pak Aziz sendiri  merupakan pemuda pelopor sumber daya alam di Pacitan dan sekaligus merupakan anggota dari Pacitan Speleology Society (PSS). Setelah melakukuan penelusuran kami dipandu Pak Aziz untuk berkunjung ke  salah satu kediaman juru kunci setempat guna melakukan sosped terkait Gua Luweng Ombo Ngasem.

Juru kunci mengatakan, “Gua ini sudah terbentuk sejak lama, bahkan sebelum saya lahir sekitar tahun 90 an pun sudah ada. Gua ini dulu digunakan sebagai tempat bertapa oleh Patih Damar Wulan dari Kerajaan Blambangan. Lokasi tempat beliau bertapa berada di dalam gua sebelah kanan yang berbentuk seperti dudukan khusus. Gua ini dinamai Luweng yang artinya lubang atau gua, Ombo artinya lebar/ukuran mulut gua yang lebar, dan Ngasem merupakan nama desa setempat yang ditambahkan untuk membedakannya dari gua-gua lain di Pacitan yang memiliki nama serupa.

Narasumber juga menambahkan “bahwa sebelum menelusuri gua, minimal harus meminta izin kepada warga sekitar, khususnya kepada sesepuh atau juru kunci yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Dulu sebelum ada fasilitas tangga, gua ini dimasuki dengan bantuan akar pohon sebagai alat untuk menuruninya. Semasa kecil saya sering bermain di dalam gua tersebut dan bahkan kadang-kadang mandi di sana.”

Gua ini juga memiliki beberapa aturan yang harus diperhatikan bagi penelusur, diantaranya ketika melakukan penelusuran dijaga tutur katanya, tidak diperbolehkan mengambil batu seperti akik atau hewan-hewan langka yang hidup di dalam gua, kecuali urang (udang kecil) yang diperbolehkan. Selain itu, jika penelusur melihat hewan seperti lele dengan tubuh berduri, jangan sekali-kali mengambilnya, karena dipercaya oleh warga setempat sebagai pertanda bahwa penelusuran harus segera dihentikan. Jika pantangan ini dilanggar, diyakini akan ada risiko buruk yang tidak hanya menimpa penelusur melainkan juga warga setempat.

Alam memang bukan tempat yang ramah bagi pemula, banyak kejadian-kejadian yang tidak terduga akan terjadi sebagai bentuk pengalaman ataupun evaluasi dari sebuah kegiatan yang dilaksanakan, termasuk penelusuran gua yang harus membutuhkan manajemen yang matang dalam segala persiapannya.

 “setiap tempat  pasti ada aturan dan adat yang berbeda, diusahakan sebelum memulai kegiatan harus tahu apa aturan dan adat di wilayah setempat dengan melakukan sosped terlebih dahulu, semisal tidak ada waktu  melakukan sosped maka harus melakukan hal-hal yang wajar saja, terutama etika-etika dasar harus diperhatikan. Gua merupakan tempat yang jarang dikunjungi manusia, kita tidak bisa menjamin hal apa yang akan menimpa kita di saat melakukan kegiatan, banyak hal-hal yang harus diperhatikan, di antisipasi, terutama taati peraturan yang telah dijelaskan oleh juru kunci setempat dan jangan lupa membaca tasbih di kedalaman 200 m Gua Luweng Ombo Ngasem” Pesan dari Sejawat Api sebagai salah satu anggota  penelusur.

Annisa Nafiatul Masturoh ( Sejawat Cempaka)

NTA: AM.160794.XXIX.05.PA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *