Allah adalah penguasa dari segala alam yang ada dibumi kita ini, Allah menciptakan semua hal yang bermanfaat yang dapat dimanfaatkan oleh satu sama lain di muka bumi ini. Seperti kelahiran bayi kembar yang sangat identik antara satu dengan lainya baik dari suara, paras, perilaku, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, Tuhan tidak hanya menciptakan manusia saja yang berwujud kembar namun gunung juga memiliki sifat kembar ini seperti Sindoro Sumbing.
Gunung yang terletaknya tidak bejauhan antara satu dengan yang lainnya, banyak orang yang menyebutnya “Si Kembar dari Pulau Jawa” terlebih para pendaki yang menyukai ketinggian, seperti manusia kembar pada umumnya gunung kedua gunung ini memiliki beberapa kesamaan namun kembar bukan berarti sama persis mereka juga memiliki perbedaan anyara satu dengan yang lainya.
Gunung sindoro adalah salah satu gunung yang terletak di pulau jawa, tepatnya ia berada pada 2 Kabupaten besar dipulau jawa Temanggung dan Wonosobo dapat dikatakan ia adalah pembagi diantara kedua kabupaten ini. Selain membagi daerah kabupaten, Sindoro memiliki banyak sekali hal sejarah didalamnya tentang seluk beluk dan juga kebudayaan yang ada disana. Sindoro merupakan bahasa sansekerta yang berarti keindahan dimana keindahan gunung ini dapat dinikmati oleh banyak orang baik dari puncaknya maupun lereng-lereng dibawahnya.
Gunung ini statusnya adalah gunung aktif pada saat ini namun, pada dahulu kala ia adalah gunung tidak aktif namun sejak tahun 2007 gunung Sindoro pertama kalinya ia mengeluarkan lava pijar dan abu vulkanik ledakanya cukup besar membuat Wonosobo dan Temanggung tertutup abu vulkanik hingga beberapa hari membuat banyak sekali orang mengungsi dan juga jalur pendakian yang tertutup sementara, ledakan ini juga mengakibatkan rusaknya flora dan fauna yang ada di gunung Sindoro.
Setelah diusut ternyata gunung Sindoro mengalami evolusi dan membuat aliran lava dari bawah gunung keluar, dan ini berhubungan dengan gunung Arjuno yang ada di Jawa Timur, kebudayaan di sekitar sindoro masih kental bahkan setiap malam satu suro banyak penduduk yang naik menuju puncak untuk mengantarkan sesaji sekaligus upacara daerah mereka sendiri, ada yang memabawa hasil panen ada yang membawa hewan-hewan ternak dan masih banyak lagi terlebih sebelum sindoro erupsi pada malam satu suro di puncaknya berubah menjadi pasar malam dan banyak sekali warga yang naik untuk memberikan syukur terhadap Allah dan menjaga sebuah kebudayaan supaya tidak hilang dimakan jaman.
Rizky Wahyu Kurniawan (Sekut)
NTA: AT.160794.XXVI.211.PA
Divisi Gunung Hutan