Istilah karst begitu banyak muncul di media masa terutama berkaitan dengan konflik pemanfaatan karst untuk industri ekstraktif. Karts adalah bentang alam terbentuk karena proses pelarutan batu gamping atau dolomite oleh air yang membentuk bukit-bukit yang unik dan khas system perguaan di dalamnya.
Keberadaan karst dan gua dengan fungsi ekologisnya saat ini semangkin tertekan oleh berbagi kegiatan manusia. Salah satu yang dapat dengan cepat merubah fungsi dan daya dukung adalah industry ekstraktif seperti tambang gamping baik oleh perusahaan besar maupun oleh masyarakat.
Dampak tambang ini hamper mustahil untuk dipulihkan karena hilangnya kemampuan dan kapasitas karst sebagai penyerap dan penyimpan air. Salah satu hasil kajian laju resap air (infiltrasi) yang dilakukan oleh Djakamihardja dan Muhtadi pada tahun 2013 di salah satu tambang di Citereup menunjukan lokasi yang ditambang dan telah direklamasi kehilangan kemampuan menyerap air lebih besar dari 75% dibandingkan karst yang belum ditambang. Sedangkan tambang yang sudah ditambang dan belum direklamasi hampIr 99% hilang kemampuan air meresap.
Kehilangan kemampuan resapan ini menyebabkan risiko berkurangan pasokan air ke sistem celah rekahan yang tidak hanya berpengaruh pada manusia tapi kehidupan biota yang ada di dalamnya.
Beberapa spesies biota gua sangat bergantung pada air yang meresap dan menetes di dalam gua seperti Stenasellus javanicus yang ditemukan di Citeureup dan Spesies Stanasellus lain di Sukabumi dan Cibadak. Selain itu, kajian biota hidup di zona epikarst, zona sekitar 10-15 m dari permukaan yang kaya air, menjadi habitat kelompok udang yang hingga saaat ini belum dikaji di Indonesia.
Kehilangan karst akibat pertambangan mengancam kehidupan biota akuatif dan juga biota lain seperti kelelawar yang dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan ekosistem seperti wabah penyakit malaria, demam berdarah, hama pertanian atau hilangnya produksi buah-buahan akibat terganggunya kelelawar penyerbuk di dalam gua.
Potensi hilangnya beberapa spesies khas gua juga dapat terjadi mengingat beberapa spesies khas gua sangat rentan terhadap perubahan lingkungan atau gangguan terhadap habitatnya.
Oleh : Rio Kurniawan/Soja/NTA:AT.160794.XXV.194.PA